Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Gunakan tanda panah di sudut kanan bawah halaman untuk melanjutkan penelusuran artikel dalam kategori ini
Showing posts with label Al-Quran (Asbabun Nuzul). Show all posts
Showing posts with label Al-Quran (Asbabun Nuzul). Show all posts

Tuesday, May 2, 2017

Hikmah Al-Quran Diturunkan Secara Bertahap


Pengertian Nuzulul Qur’an
Lafadz ‘Nuzul’ secara etimologi (bahasa) berarti ”menetap di satu tempat” atau “turun dari tempat yang tinggi”. Kata kerjanya ialah “nazala” yang artinya “dia telah turun” atau “dia menjadi tetamu”. Pengertian Nuzulul Qur’an secara terminology (istilah) yaitu Peristiwa diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril as secara berangsur-angsur.

Sejarah terjadinya peristiwa Nuzul al-Qur’an terjadi pada malam Jum’at, 17 Ramadhan, di Gua Hira tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa itu dikisahkan dalam sebuah firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat: 185, yang artinya: “Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk serta menjelaskan perbedaan antara yang benar dan yang salah” (QS. Al-Baqarah: 185). 

Tahapan Turunnya Al Qur’an 
Yang dimaksud dengan Tahap-tahap diturunkannya Al-Qur’an adalah tertib dari fase-fase disampaikannya kitab Suci Al-Qur’an, mulai dari sisi allah SWT sampai kepada nabi Muhammad SAW. Kitab Suci ini tidak seperti kitab-kitab Suci sebelumnya. Karena, Kitab Suci ini kebanyakan diturunkan secara bertahap, sehingga betu-betul menunjukkan kemu’jizatannya. Selain itu, penyampaian Kitab Suci tersebut sangat luar biasa, yang tidak dipunyai oleh kitab-kitab sebelumnya. Proses-proses diturunkannya Al-Qur’an ada tiga fase atau tahapan, seperti yang akan dijelaskan sebagai berikut:

Tahap Pertama 
Tahapan Pertama, Al-qur’an diturunkan/ditempatkan ke Lauh Mahfudh. Lauh Mahfudh adalah suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti. Dalil yang mengisyaratkan bahwa Al-qur’an itu diletakkan di Lauh mahfudh itu ialah terdapat dalam firman Allah swt: “Bahkan (Yang didustakan mereka) itu yaitu Al-Qur’an yang mulia yang tersimpan di lauh mahfudh.” (QS. Al Buruj: 21 – 22). Tetapi berkaitan sejak kapan Al-quran ditempatkan di Lauh mahfudh, dan bagaimana caranya merupakan hal-hal ghaib tidak ada yang mampu mengetahuinya selain Allah SWT.

Tahapan Kedua 
Tahapan kedua, Al-Qur’an singgah dari Lauh Mahfudh ke Baitul izzah di Langit dunia. Sehinggai, setelah berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Qur’an itu letakkan ke Baitul Izzah di Langit dunia atau langit terdekat dengan bumi ini. Banyak dalil yang menjelaskan penurunan Al-Qur’an tahapan keduanya ini, baik dari ayat Al-Qur’an ataupun dari Hadits Nabi Muhammad saw, diantaranya adalah seperti dibawah ini:

"Sesungguhnya Kami menurunkan-Nya (Al-qur’an) pada suatu malam yang diberkahi." (QS. Ad-Dukhon: 3). 

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan-Nya (Al-qur’an) pada malam kemuliaan." (QS. Al-Qadri: 1). 

”(Beberapa hari itu) ialah Bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan) Al-Qur’an”. (QS. Al-Baqarah: 185). 

Tahapan Ketiga 
Tahapan Ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari Baitul Izzah dilangit dunia langsung kepada Nabi Muhammad saw. Artinya, baik melalui perantaraan Malaikat Jibril, atau pun secara langsung ke dalam hati sanubari Nabi Muhammad saw, ataupun dari balik tabir. Firman Allah swt. Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi, di antaranya sebagai berikut:

”Dan sesungguhnya Kami telah menyinggahkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” (QS. Al-Baqarah: 99). 

”Dia-lah yang menyinggahkan urunkan Al-Qur’an kepadamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah point-point isi Al-Qur’an, dan yang lain (ada ayat-ayat) yang mutasyabbihat.” (QS. Ali Imran: 7). 

”Ia (Al-quran) itu dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibrl) ke dalam hatimu (Muhammad) supaya kamu menjadi salah seorang diantara orang–orang yang mengirim peringatan.” (QS. Asy-Syu’ara: 193-194). 

”Sesungguhnya Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW seraya berkata:” Wahai Rasulullah, bagaimanakah wahyu itu turun kepadamu? Maka Rasulullah SAW bersabda:” kadang-kadang datang kepadaku seperti gemurunnya bunyi lonceng, dan itu paling berat bagiku. Maka begitu berhenti bunyi itu dariku, aku telah merajai apa yang sudah diucapkannya. Dan kadang-kadang malaikat menyamar kepadaku sebagai laki-laki, lalu mengajak berbicara denganku. Maka aku kuasai apa yang diucapkannya.” Aisyah lalu berkata:” Saya pernah menyaksikan beliau wahyu pada hari yang sangat dingin, tetapi begitu selesai wahyu itu dari beliau, maka bercucurlah keringat dipelipis beliau.” [H.R. Al-Bukhari] 

Pengertian al-Qur’an diturunkan dalam 7 huruf 
Orang-orang Arab pada masa jahiliyah memiliki beberapa bahasa, mempunyai beberapa macam ejaan, mempunyai perlainan istilah dan cara walaupun bahasa yang digunakan mereka adalah bahasa golongan Quraisy. Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa Quraisy yang dikagumi segenap bangsa Arab yang bermacam-macam qabilahnya. Dan Al-Qur’an juga diturunkan dengan memakai kalimat-kalimat bahasa yang selain dari bahasa Quraisy dan juga masyhur dalam masysarakat Arab agar mudah bagi kabilah-kabilah itu membaca Al-Qur’an dan mengucapkannya. Bahasa Arab yang masyhur pada waktu itu ada tujuh macam.

Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh dialek bahasa Arab. Akan tetapi yang selain dari lughot quraisy. Setelah Islam berdiri teguh, bahasa Quraisylah yang mendominasi bangsa Arab dan menjadi bahasa resmi bangsa arab. Sehingga di waktu khalifah Utsman menyuruh menyalin shuhuf al-Qur’an ke dalam mushaf, beliaupun menyuruh menyalin dan menulisnya dengan memakai bahasa Quraisy saja. Beliau bertindak demikian, melainkan karena bahasa Quraisy itu telah mempengaruhi segala dialek-dialek kabilah-kabilah Arab, juga karena untuk menghilangkan perselisihan-perselisihan yang akan terjadi lantaran menyebut dan membaca itu. 

Bukti Sejarah Tentang Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap 
Al-Qur’an merupakan sumber tujuan paling utama dalam ajaran Islam. Allah swt menurunkannya kepada nabi muhammad saw. Agar disampaikan kepada umat manusia. Hakikat diturunkannya al-qur’an yaitu menjadi acuan moral secara universal bagi umat manusia untuk memecahkan masalah sosial yang timbul ditengah-tengah masyarakat. Maka dari itu, al-qur’an secara kategoris dan tematik, dihadirkan untuk menjwab berbagai masalah aktual yang dihadapi masyarakat sesuai dengan konteks dan dinamika sejarahnya. Karena itu, masuk akal jika para mufasir setutu bahwa prosesi penurunan al-qur’an kemuka bumi dilakukan oleh Allah swt. Secara berangsur-angsur (gradual), tidak sekaligus, disesuaikan berdasarkan kapasitas intelektual serta konteks masalah yang dihadapi manusia. Graduasi penurunan Al-qur’an menjukkan tingkat kearifan serta kebesaran Allah swt., sekaligus membuktikan bahwa pewahyuan total pada satu waktu ialah sesuatu yang dikatakan mustahil, karena bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang dho’if (lemah).

Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Secara Bertahap 
Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Rasulullah saw. sekaligus satu kitab. Tapi secara berangsur-angsur, surat-persurat dan ayat-perayat. Sebagaimana yang kita ketahui segala sesuatu yang Allah kehendaki itu memiliki hikmah dan memiliki tujuan. Nah, begitu juga dengan proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap. Diantara hikmah atau tujuannya dijelaskan sebagai berikut:

(a). Untuk menguatkan hati Nabi Muhammad SAW. 
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Furqon ayat 32 yang artinya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al-Qur’an itu tidak disinggahkan kepadanya sekali singgah saja?” demikianlah agar kami perkuat hatimu dengannya dan kami melafaskannya dengan tartil (teratur dan benar)”.

Ayat diatas menerangkan bahwa Allah memang sengaja menyinggahkan Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak singgah langsung berbentuk satu kitab dengan tujuan untuk meneguhkan hati Nabi Saw. Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap berdasarkan peristiwa, kondisi, serta situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, ialah Nabi Muhammad. Dengan itu turunnya malaikat kepada beliau juga lebih sering, yang tentunya dapat membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat senang dengan kegembiraan yang susah diungkapkan dengan kata-kata. 

(b). Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari al-Qur’an 
Allah menantang orang-orang kafir agar membuat satu surat saja yang sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak bisa membuat satu surat saja yang seperti al-Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.

(c). Supaya mudah dihafal dan dipahami 
Dengan singgahnya al-Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah gampang bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih untuk orang-orang yang buta aksara (huruf) seperti orang-orang arab pada saat itu, Al-Qur’an turun secara bertahap tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya. Memang ayat-ayat al-Qur’an begitu suratnya turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan baik, dipahami artinya, lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berbicara: “Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Sebab Jibril biasa singgah membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat”. (Hadist Riwayat Baihaqi)

(d). Supaya orang-orang mukmin termotivasi untuk menerima dan mengamalkannya 
Kaum muslimin pada masa itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Apalagi pada saat ada kejadian yang sangat menuntut penyelesaian wahyu seperti ayat-ayat berkaitan kabar bohong yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah ummul mukminin Aisyah radiyallahu’anha, dan ayat-ayat tentang li’an.

(e). Mengiringi peristiwa-peristiwa di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum. 
Al-Qur’an singgah secara berangsur-angsur, yaitu dimulai dari masalah-masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang penting. Karena masalah yang sangat pokok dalam Islam ialah masalah Iman, maka pertama kali yang diprioritaskan oleh Al-Qur’an adalah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab, iman kepada rasul, iman kepada hari akhir, kebangkitan dari kubur, surga dan neraka. Setelah akidah Islamiyah itu tumbuh serta mengakar di hati, baru Allah menyinggahkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak mulia dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai pada akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan serta hukum syari’ah lainnya. Begitulah peristiwa al-Qur’an diturunkan sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin untuk memperjuangkan agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini.

Pemeliharaan Al-Qur’an 
Sejarah penulisan dan pemeliharaan Al-Qur’an secara umum pada dasarnya dibagi menjadi empat masa. Pencatatan Al-Qur’an pada masa nabi, penghimpunannya di zaman Abu Bakar as-syidiq, penulisan Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan dan pencetakan Al-Qur’an pada abad ke-17 M.

Pada Masa Nabi 
Pada masa Nabi muhammad, Al-Qur’an sebenarnya telah ditulis, karena setiap nabi mendapatkan Al-Qur’an dari malaikat jibril beliau menyuruh para sahabatnya agar menulisakan wahyu tersebut pada benda-benda yang bisa ditulis seperti kulit binatang, tulang belulang, pelepah kurma, batu-batu putih yang tipis dan lain sebagainya. Nabi memiliki sekitar empat penulis wahyu. Pada saat itu tulisan Al-Qur’an masih belum bertitik dan berharokat. Bentuk tulisannya (khot) kufi yang masih kaku sebagaimana (khot) yang ada pada waktu itu. Al-Qur’an juga belum berurutan ayat-ayat dan surat-suratnya, mengingat belum adanya kertas pada saat itu dan masih sedikitnya benda-benda untuk menulis. Dengan demikian, urutan surat dan ayat sudah banyak diketahui oleh para sahabat. Tidak berurutannya ayat-ayat dan surat Al-Qur’an pada masa itu juga dikarenakan nabi masih menanti bentuk terakhir dari Al-Qur’an. Nabi sendiri tidak mengetahui kapan terakhir Al-Qur’an diturunkan kepada beliau. Yang jelas, sebelum nabi wafat seluruh Al-Qur’an telah ditulis.

Pada Masa Khalifah Abu Bakar 
Pada zaman Abu Bakar, Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis kembali. Penyebabnya yaitu kekhawatiran sahabat umar ketika banyak sahabat yang mati syahid pada peperangan yamamah, apabila hal ini berlangsung, maka akan banyak Al-Qur’an yang hilang dengan meninggalnya para sahabat. Dan akhirnya, sahabat umar mengusulkan kepada sahabat abu bakar untuk menuliskan Al-Qur’an. Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya abu bakar menyetujui usul tersebut dan memerintahkan kepada sahabat Zaid bin Tsabit untuk menulis kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang pernah ia tulis pada masa nabi. Setelah itu dikumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis di atas benda-benda pada masa nabi. Dan juga dikumpulkan dari hafalan para sahabat dan tulisan Al-Qur’an pada mereka. Setelah selesai mengumpilkannya barulah dinamakan “mushaf”. Meskipun begitu, dalam mushaf tersebut masih belum ada tanda baca, belum ada titik, dan lain sebagainya. Inilah jasa terbesar dari sahabat Abu bakar untuk islam.

Pada zaman Khalifah Utsman ibnu Affan 
Ketika Utsman menjadi khalifah, Islam telah tersebar secara luas sampai Syam (Syiria), Basyrah (irak), dan lain-lain. Suatu ketika Utsman mengerahkan bala tentara islam dari Wilayah syam dan irak untuk menaklukan Armenia dan Azerbaijan. Ketika itu Hudzaifah ibn al-Yaman mengabarkan kepada khalifah bahwa diantara penduduk syam dan irak telah terjadi pertengkaran diakibatkan perbedaan bacaan Al-Qur’an. Lalu ia pun mengusulkan kepada Utsman untuk menyalin Al-Qur’an yang telah dihimpu Abu Bakar dan memperbanyak supaya disebarkan kepada kaum muslimin agar tidak terjadi perselisihan yang dapat merusak persatuan umat Islam. Setelah mengecek kebenaran berita yang disampaikan Hudzaifah, kemudian Utsman meminta shuhuf yang ada ditangan Hafsah untuk disalin dan diperbanyak. Kemudian Utsman membentuk panitia penyalin Mushaf Al-Qur’an yang diketuai Zaid bin tsabit dengan tiga anggaota yaitu: Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash serta abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam. Setelah tugas mereka selesai, maka khalifah Utsman memerintahkan uhtuk mengirimkan mushaf yang telah digandakan itu ke berbagai daerah Islam, dan memerintahkan agar membakar selain mushaf tersebut. Pembakaran tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya pertikaian dikalangan umat Islam. Adapun jumlah penggandaan mushaf utsman terdapat perbedaan Ulama’. Ada yang mengatakan empat buah, dan dikirim ke Kuffah, Bashrah, dan Syiria sedang yang satu dipegang oleh Utsam sendiri.

[Dari Ayoksinau.com

Wednesday, January 18, 2012

Nuzul Quran


Al-Qur’an al-Karim adalah nikmat dari langit yang diturunkan ke Bumi, dan ia adalah lingkaran penghubung antara hamba dan sang Penciptanya. Al-Qur’an diturunkan lewat perantara Ruhul Amin (Jibril 'alaihissalam), kepada Rasul-Nya yang diutus dengan kebenaran, agar menjadi pemberi peringatan, petunjuk dan penolong bagi semesta Alam. Allah subhanahu wata'ala berfirman:

{ يا أيها الناس قد جاءكم برهان من ربكم وأنزلنا إليكم نورا مبينا } (174)
”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti kebenaran dari Rabbmu, (Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Qur'an).” (QS. An-Nisaa’: 174)

Cara turunnya al-Qur’an kepada manusia terbaik, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallammerupakan salah satu hal yang harusnya membuat orang yang beriman berhenti sejenak lalu ditanyakan kepada mereka, bagaimana al-Qur’an turun? Bagaimana tahapan-tahapan turunnya al-Qur’an? Apakah ia turun sekaligus kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ataukah ia turun secara berkala?

Maka dalam makalah ini akan kami coba mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas. Maka kami katakan – Wabillahi at-Taufiq:

Pendapat yang diyakini oleh para Ulama adalah bahwa al-Qur’an al-Karim turun dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dalam tempo yang bertahap, dan tidak turun secara sekaligus. Dan orang-orang kafir Quraisy meminta supaya al-Qur’an diturunkan sekaligus (tidak bertahap), sebagaimana yang Allah firmankan tentang mereka:

وقال الذين كفروا لولا نزِّل عليه القرآن جملة واحدة } (الفرقان:32)
”Berkatalah orang-orang kafir:"Mengapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”  (QS. Al-Furqaan: 32)

Hanya saja Allah Subhanahu wa Ta'ala –dan Dia Maha mengetahui dengan apa yang paling cocok untuk menurunkan risalahnya dan yang paling baik untuk para hamba-Nya- menginginkan supaya al-Qur’an diturunkan secara bertahap. Dan hal itu adalah untuk suatu hikmah yang beragam, di antaranya apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala pada ayat yang sama, Dia berfirman:

كذلك لنثبت به فؤادك ورتلناه ترتيلاً } (الفرقان:32)
”Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al-Furqaan: 32)

Penguatan hati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah salah satu hikmah yang paling jelas di antara hikmah-hikmah kenapa al-Qur’an diturunkan secara bertahap.

Dan di antara ayat-ayat yang menjelaskan bahwa al-Qur’an turun kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam –di samping ayat yang telah lalu- adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وقرآنا فرقناه لتقرأه على الناس على مكث ونزلناه تنزيلا } (الإسراء:106)
”Dan al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)

Dan dalam ayat ini ada hikmah yang lain dari turunnya al-Qur’an secara bertahap, yaitu turunnya secara periodik supaya hal itu lebih mudah untuk dipahami oleh orang yang mendengarnya dan yang mencermatinya.

Adapun tentang berapa jumlah ayat yang turun pada setiap tahap, maka yang shahih (benar) yang ditunjukkan oleh hadits-hadits adalah bahwa jumlah ayat yang turun adalah sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa. Maka terkadang turun kepada beliau lima ayat, sepuluh ayat, dan terkadang lebih banyak atau lebih sedikit dari itu. Dan mungkin juga turun kepada beliau satu atau bahkan sebagian ayat kepada beliau. Telah valild dalam hadits yang Muttafaq ‘alaihi (disepakati keshahihannya) bahwa ayat-ayat dalam Qishatul Ifki(kisah tuduhan dusta kepada ‘Aisyah radhiyallahu 'anha) turun secara sekaligus. Yaitu sepuluh ayat, dari firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

إن الذين جاؤوا بالإفك النور:11
”Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu ...” (QS. An-Nuur: 11)

Sampai pada firman-Nya:

ولولا فضل الله عليكم ورحمته وأن الله رؤوف رحيم } النور: 20
”Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar) ” (QS. An-Nuur: 20)

Dan telah valid pula turunnya sebagian ayat al-Qur’an kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana telah valid dalam hadits shahih dari shahabat al-Barra’ bin ‘Azibradhiyallahu 'anhu berkata:”Ketika turun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

لا يستوي القاعدون من المؤمنين } (النساء:95)
”Tidaklah sama antara orang yang duduk (tidak ikut berperang) dari kalangan orang beriman ….” (QS. An-Nisaa’: 95)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggil Zaid (salah satu penulis wahyu) radhiyallahu 'anhu, lalu ia pun menuliskan ayat tersebut. Lalu datanglah Ibnu Umi Maktum radhiyallahu 'anhu, ia mengeluhkan matanya yang buta (sehingga membuatnya tidak bisa ikut berjihad). Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: 

غير أولي الضرر } (النساء:95رواه البخاري .
”Selain orang-orang yang memiliki udzur (halangan).” (QS. An-Nisaa’: 95) [HR. Imam Bukhari]

Adapun tentang tata cara turunnya wahyu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka para Ulama telah menyebutkan beberapa cara turunnya wahyu, di antaranya:

Pertama: Turunnya wahyu kepada beliau seperti suara lonceng (kesamaan dalam kerasnya suara-ed), dan cara ini adalah cara yang paling berat bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukharirahimahullah, dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha bahwasanya al-Harits bin Hisyam radhiyallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata:”Wahai Rasulullah, bagaimana wahyu turun kepada anda?” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

( أحيانا يأتيني مثل صلصلة الجرس، وهو أشده علي فيفهم عني وقد وعيت عنه ما قال )
”Terkadang wahyu itu datang kepadaku seperti suara lonceng, dan itu adalah yang paling berat bagiku. Kemudian ia terhenti sedangkan aku sudah memahami apa yang Jibril katakan.”

’Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْىُ فِى الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ، فَيَفْهمُ عَنْهُ، وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
”Dan sungguh aku telah melihat wahyu itu turun kepada beliau (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) pada hari yang sangat dingin, lalu wahyu itu terhenti sementara keringat telah mengalir di dahi beliau.”

Kedua: Dan terkadang wahyu turun dalam bentuk seorang laki-laki yang menyampaikan Kalamullah kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana hadits yang lalu dalam shahih al-Bukhari. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah ditanya tentang tata cara turun wahyu, maka beliau menjawab:

وأحيانا يتمثل لي الملك رجلاً فيكلمني فأعي ما يقول )
”Dan terkadang Malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu ia berbicara kepadaku dan kemudian aku memahami apa yang dia katakan.”

Karena sesungguhnya Malaikat telah menjelma menjadi sosok lelaki dalam bentuk yang beraneka macam, dan tidak ada yang terluput darinya apa yang dibawa oleh Malaikat pembawa wahyu tersebut. Sebagaimana dalam kisah datangnya Malaikat dalam rupa Dihyah al-Kalbi, atau seorang Arab badui dan dalam bentuk yang lainnya. Dan semuanya tercatat dalam kitab Shahih.

Ketiga: Dan terkadang wahyu turun dengan cara Allah berbicara langsung kepada Nabishallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan terjaga (tidak tidur), sebagaimana dalam hadits Isra’ Mi’raj yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukahari, dan di dalamnya disebutkan:

فلما جاوزتُ نادى منادٍ: أمضيتُ فريضتي وخففتُ عن عبادي
”Ketika aku lewat, ada penyeru yang berkata:”Aku telah berlakukan kewajibanku dan telah aku ringankan atas hamba-hambaku."

Dengan demikian, keyakinan Islam tentang Nuzulul Qur'an adalah bahwa Jibril 'alaihis salam turun membawa Al-Qur’an dengan lafazh Al-Qur’an sejak awal surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Naas, dan bahwa lafazh-lafazh tersebut adalah Kalamullah (Firman Allah). Tidak ada campurtangan Jibril 'alaihissalam maupun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam pembuatan dan penyusunannya. Seluruh wahyu berasal dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{ كتاب أُحكمت آياته ثم فُصِّلت من لدن حكيم خبير } (هود:1)
” (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Mahatahu.” (QS. Hud: 1)

Maka semua lafazh al-Qur’an baik yang tertulis maupun yang dibaca semuanya dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan peran Jibril 'alaihissalam tidak lain hanyalah sebagai pembawa wahyu saja kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan tidak pula peran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melainkan hanyalah memahami, menghafal dan menyampaikannya saja. Kemudian menjelaskan dan mengamalkannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وإنه لتنزيل رب العالمين * نزل به الروح الأمين * على قلبك لتكون من المنذرين } (الشعراء:192-194)
” Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muahammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.”  (QS. Asy-Syu’araa’: 192-194)

Maka yang berbicara adalah Allah, yang membawa (menyampaikan) adalah Jibril 'alaihissalam dan yang menerima adalah Rasul Rabb semesta alam.  

Barangsiapa meyakini selain itu, maka ia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar dijaga dan diberikan keteguhan di atas kebenaran, dan untuk berpegang teguh dengan al-Qur’an dengan Sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam

[Dari Abu Yususf Sojono - Sumber: islamweb.net]

Thursday, October 20, 2011

Surah Al-Ikhlas


Surah Al-Ikhlas (Arab:الإخلاص, "Memurnikan Keesaan Allah") adalah surah ke-112 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong surah Makkiyah, terdiri atas 4 ayat dan pokok isinya adalah menegaskan keesaan Allah sembari menolak segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya. Kalimat inti dari surah ini, "Allahu ahad, Allahus shamad" (Allah Maha Esa, Allah tempat bergantung), sering muncul dalam uang dinar emas pada zaman Kekhalifahan dahulu. Sehingga, kadang kala kalimat ini dianggap sebagai slogan negara Khilafah Islamiyah, bersama dengan dua kalimat Syahadat.

ASBABUN NUZUL
Ada beberapa hadits yang menjelaskan Asbabun Nuzul surah ini yang mana seluruhnya mengacu pada inti yang sama yaitu jawaban atas permintaan penggambaran sifat-sifat Allah dimana Allah itu Esa (Al-Ikhlas [112]:1), segala sesuatu tergantung pada-Nya (Al-Ikhlas [112]:2), tidak beranak dan diperanakkan (Al-Ikhlas [112]:3), dan tidak ada yang setara dengan Dia (Al-Ikhlas [112]:4).

Dilihat dari peristiwa paling pertama, Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan bahwa sekelompok Bani Quraisy pernah meminta Nabi Muhammad untuk menjelaskan leluhur Allah dan kemudian turun surah ini. Riwayat lain bersumber dari Ubay bin Ka'ab dan Jarir bin Abdillah yang menyebutkan bahwa kaum Musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad, "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu."

Kemudian turun surah ini untuk menjelaskan permintaan itu. Dalam hadits ini, hadits yang bersumber dari Jarir bin Abdullah dijadikan dalil bahwa surah ini Makkiyah. Selain itu dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair menyebutkan bahwa kaum Yahudi yang diantaranya Kab bin Ashraf dan Huyayy bin Akhtab datang menemui Nabi dan bertanya hal yang sama dengan hadits pertama, kemudian turun surah ini. Dalam hadits ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa surah ini termasuk Madaniyah. Dan juga riwayat Qatadah menyebutkan Nabi Muhammad didatangi kaum Ahzab (Persekutuan antara kaum Bani Quraisy, Yahudi Madinah, Bani Ghatafan dari Thaif dan Munafiqin Madinah dan beberapa suku sekitar Makkah) yang juga menyanyakan gambaran Allah dan diikuti dengan turunnya surah ini.

Karena adanya berbagai sumber yang berbeda, status surah ini Makkiyah atau Madaniyah masih dipertanyakan dan seolah-olah sumber-sumbernya tampak kotradiksi satu-sama lain. Menurut Abul A'la Maududi, dari hadits-hadits yang meriwayatkannya, dilihat dari peristiwa yang paling awal terjadi, surah ini termasuk Makkiyah. Peristiwa yang pertama terjadi yaitu pada periode awal Islam di Mekkah yaitu ketika Bani Quraisy menanyakan leluhur Allah. Kemudian peristiwa berikutnya terjadi di Madinah dimana orang Nasrani atau orang Arab lain menanyakan gambaran Allah dan kemudian turun surah ini.

Menurut Madudi, sumber-sumber yang berlainan tersebut menujukkan bahwa surah itu diturunkan berulang-ulang. Jika di suatu tempat ada Nabi Muhammad dan ada yang mengajukan pertanyaan yang sama dengan peristiwa sebelumnya, maka ayat atau surah yang sama akan diwahyukan kembali untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selain itu, bukti bahwa surah ini Makkiyah adalah ketika Bilal bin Rabah disiksa majikannya Umayyah bin Khalaf setelah memeluk Islam. Saat disiksa ia menyeru, "Allahu Ahad, Allahu Ahad!!" (Allah Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Esa!). Peristiwa ini terjadi di Mekkah dalam periode awal Islam sehingga menunjukkan bahwa surah ini pernah diturunkan sebelumnya dan Bilal terinspirasi ayat surah ini.

Pendapat lain yaitu menurut as-Suyuthi. Menurutnya kata "al-Musyrikin" dalam hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab tertuju pada Musyrikin dari kaum Ahzab, sehingga mengindikasikan bahwa surah ini Madaniyyah sesuai dengan hadits Ibnu Abbas. Dan dengan begitu menurutnya tidak ada pertentangan antara dua hadits tersebut jika surah ini Madaniyah. Keterangan ini diperkuat juga oleh riwayat Abus Syaikh di dalam Kitab al-Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar datang menemui Nabi dan berkata, "Hai Abal Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu." Nabi tidak menjawab dan kemudian Jibril membawa wahyu surah ini untuk menjawab permintaan Yahudi Khaibar.

KEUTAMAAN
Dalam kisah-kisah Islam
Dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa pahala membaca sekali surah Al-Ikhlas sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an sehingga membaca 3 kali surah ini sama dengan mengkhatam Al-Qur'an. Kisah terkait hadits itu terekam dalam beberapa kisah. Seperti kisah ketika Nabi bertanya kepada sahabatnya untuk mengkhatam Al-Qur'an dalam semalam. Umar menganggap mustahil hal itu, namun begitu Ali menyanggupinya. Umar kemudian menganggap Ali belum mengerti maksud Nabi karena masih muda. Ali kemudian membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 3 kali dan Nabi Muhammad membetulkan itu. Dalam hadits-hadits terkait hal ini, keutamaan surah Al-Ikhlas sangat memiliki peran dalam Al-Qur'an sehingga sekali membacanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an.

Riwayat Anas bin Malik juga merekam kisah berkaitan surah Al-Ikhlas yaitu dimana 70.000 malaikat diutus kepada seorang sahabat di Madinah yang meninggal hingga meredupkan cahaya matahari. 70.000 malaikat itu diutus hanya karena ia sering membaca surah ini. Dan karena banyaknya malaikat yang diutus, Anas bin Malik yang saat itu bersama Nabi Muhammad di Tabuk merasakan cahaya matahari redup tidak seperti biasannya dimana kemudian malaikat Jibril datang memberitakan kejadian yang sedang terjadi di Madinah.

Keutamaan lain
Dalam riwayat Ibnu Abbas disebutkan Nabi Muhammad ketika melakukan Isra' ke langit, melihat Arsy di atas 360.000 sendi dimana jarak antar sendi 300.000 tahun perjalanan. Pada tiap sendi terdapat padang Sahara sebanyak 12.000 dan luas tiap satu padang sahara itu adalah dari timur ke barat. Pada setiap padang Sahara itu juga terdapat 80.000 malaikat dimana setiap malaikat membaca surah Al-Ikhlas dan setelah membaca itu mereka berdoa agar pahala mereka diberikan kepada orang yang membaca al-Ikhlas, laki-laki maupun perempuan.

Selain itu Nabi Muhammad juga pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada sayap Jibril, Allahus Shamad (ayat 2) pada sayap Mikail, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada sayap Izrail, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada sayap Israfil. Dan yang membaca al-Ikhlas memperoleh pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Lalu berkaitan sahabat, Nabi pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada dahi Abu Bakar, Allahus Shamad (ayat 2) pada dahi Umar, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada dahi Utsman, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada dahi Ali.

Sedangkan hadits lain menyebutkan bahwa ketika orang membaca al-Ikhlas ketika sakit hingga ia meninggal, ia tidak membusuk dalam kubur dan akan dibawa malaikat dengan sayapnya melintasi Siratul Mustaqim menuju surga.

[Sumber: Kajian Fadhilah Membaca Al-Qur'an]

Monday, April 11, 2011

Fungsi Dan Macam-Macam Asbabun Nuzul




Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut bahasa Asbabun nuzul berasal dari dua kata yaitu asbabun dan nuzul. Asbabun artinya sebab atau karena, sedangkan nuzul artinya turun. Jadi asbabun nuzul adalah sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an.

Adapun menurut istilah syara’ Asbabun nuzul adalah Suatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan suatu hukum pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebab turunnya suatu ayat itu berkisar pada dua hal yaitu:

  1. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Al-Qur’an mengenai peristiwa tersebut, seperti kisah turunnya surat Al-Lahab.
  2. Apabila Rasulullah SAW ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya. seperti ketika khaulah binti sa’labah dikenakan zihar oleh suaminya  Aus bin tsamit, hingga Khaulah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai hukumnya, maka turunlah surat Al-Mujadalah ayat 3.
Namun tidak semua ayat Al-Qur’an diturunkan karena adanya suatu peristiwa atau karena suatu pertanyaan. Ada diantara ayat al-Qur’an yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab. Seperti kewajiban muslim, mengenai akidah dan syari’at Allah SWT dalam kehidupan umat manusia.

Manfaat/Fungsi Mengetahui Asbabun Nuzul Yaitu:
  1. Dapat  membantu dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, dan menghilangkan keraguan tentangnya.
  2. Dapat mengetahui hikmah rahasia yang terkandung dalam pengsyari’atan hukum dalam suatu ayat Al-Qur’an.
  3. Asbabun Nuzul sangat bermanfaat bagi orang mukmin dan yang bukan mukmin. Adapun bagi orang mukmin akan semakin kuat keimanannya dan jelas baginya hikmah disyari’atkannya suatu hukum oleh Allah SWT. Sedangkan bagi yang bukan mukmin dapat mengetahui lewat Asbabun Nuzul ini, bahwa syari’at islam itu sesungguhnya mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan bagi pemeluknya.
  4. Menentukan hukum dengan sebab.
  5. Mengetahui orang atau kelompok yang menjadi kasus turunnya ayat serta memberikan ketegasan apabila terdapat keragu-raguan. karena jika kita tidak mengetahui Asbabun Nuzul bisa jadi kita mentakhsiskan ayat yang seharusnya ‘amm atau sebaliknya.
  6. Dapat memudahkan dalam memahami Al-Qur’an serta menguatkan ingatan terhadap hukum dari suatu ayat, dengan karena mengetahui sebab dan akibatnya, kapan dan kepada siapa ayat tersebut diturunkan, dan sebagainya.
Macam-Macam Asbabun Nuzul
Berdasarkan sebab-sebabnya, asbabun Nuzul dibagi menjadi 2 bagian, yaitu berdasarkan Peristiwa dan berdasarkan Pertanyaan.

A. Berdasarkan Peristiwa 
Asbabun Nuzul dalam bentuk peristiwa dibagi 3 pula, yaitu:
1. Peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan antara segolongan dari suku Aus dan segolongan dari suku Khasraj. Peristiwa itu timbul dari intik-intik yang ditiupkan orang-orang yahudi sehingga mereka bertetiak-teriak “senjata-senjata”. Peristiwa tersebut menyebabkan turunnya ayat Al-Qur’an surah Ali-imran ayat 100:

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orng yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman".(QS.Ali'Imran: 100)

2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti: peristiwa seseorang yang mengimami sholat sedang dalam keadaan mabuk sehingga salah membaca surah Al-kafirun. dari peristiwa tersebut maka menyebabkan turunnya ayat Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 43:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghampiri sholat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan...." (QS.An-nisa’: 43) 

3. Peristiwa berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian-persesuaian Umar Bin Khattab dengan ketentuan ayat Al-Qur'an. Seperti beberapa harapan umar bin khatab yang dikemukakan kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian turun ayat yang dikandungnya sesuai dengan harapan-harapan Umar tersebut. Seperti yang diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Umar berkata: " Aku sepakat dengan Tuhanku dalam 3 hal: Aku katakan kepada Rasul, bagaimana sekiranya kalau kita jadikan makam Ibrahim sebagai tempat sholat". Maka turunlah ayat Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 125:

"Dan jadikanlah maqam Ibrahim sebagai tempat sholat".(QS.Al-Baqarah:125)


B. Berdasarkan Pertanyaan
Asbabun Nuzul berdasarkan Pertanyaan juga dibagi 3 yaitu:
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah berlalu, seperti pertanyaan tentang Zulkarnain, maka turunlah ayat Al-Qur’an surah Al-Kahfi ayat 82:

"Mereka akan bertanya kepadamu Muhammad  tentang Zulkarnain, Katakanlah: "Aku akan bacakan cerita tentangnya".(QS. Al-Kahfi:82)

2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada saat itu, seperti pertanyaan tentang ruh maka turunlah ayat al-Qur’an surah Al-Isra' ayat 85: 

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, Katakanlah "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberikan pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’:85)

3. Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti pertanyaan tentang hari kiamat maka turunlah ayat Al-Qur’an surah An-Nazi'aat ayat 42: 

"Mereka bertanya tentang hari kiamat, bila terjadinya..."(QS. An-Nazi’at:42).

Demikian, semoga bermanfaat!



Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers